Beranda | Artikel
Kisah Penciptaan Nabi Adam Alaihissallam
Selasa, 25 Oktober 2016

KISAH PENCIPTAAN NABI ADAM ALAIHISSALLAM

Oleh
Ustadz Lalu Ahmad Yani, Lc

Manusia pertama yang diciptakan Allâh Azza wa Jalla adalah Adam Alaihissallam . Beliau Alaihissallam adalah bapak dan nenek moyang semua manusia di seluruh dunia. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ

Wahai anak Adam! Janganlah kalian terfitnah oleh syaithan, sebagaimana dia telah mengeluarkan kedua orang tua kalian dari surga [Al-A’râf/7:27]

Allâh Azza wa Jalla menyebutkan dalam ayat di atas bahwa Adam dan pasangannya adalah orang tua seluruh manusia.

Allâh Azza wa Jalla menciptakan Adam Alaihissallam dari segenggam tanah yang Allâh Azza wa Jalla ambil dari seluruh permukaan tanah, maka lahirlah anak Adam yang sesuai dengan asal tanahnya. Di antara mereka ada yang berulit putih, merah, hitam dan perpaduan antara warna-warna tersebut. Diantara meraka ada yang bersifat lembut dan kasar serta perpaduan antara keduanya serta di antara mereka ada yang baik dan jahat.[1]

Sebelum menciptakan Adam Alaihissallam , Allâh Azza wa Jalla terlebih dahulu mengabarkan kepada para Malaikat-Nya bahwa Dia akan menciptakannya manusia di muka bumi. Mendengar ini, para Malaikat bertanya kepada Allâh Azza wa Jalla tentang hikmah penciptaan manusia di muka bumi, padahal para Malaikat terus-menerus beribadah dengan memuji dan bertasbih kepada Allâh Azza wa Jalla tanpa henti dan tidak pernah berbuat durhaka kepada-Nya, sementara manusia ada kemungkinan akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi. Menjawab ini, Allâh Azza wa Jalla mengatakan kepada mereka bahwa Dia Azza wa Jalla  lebih mengetahui tentang apa-apa yang tidak diketahui oleh para Malaikat.

Allâh Azza wa Jalla  berfirman :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allâh berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [Al-Baqarah/2:30]

Perkataan para Malaikat tentang kerusakan dan pertumpahan darah yang akan dilakukan manusia di muka bumi berdasarkan apa yang pernah dilakukan jin di muka bumi sebelum Adam Alaihissallam diciptakan.[2]

KEMULIAN ADAM ALAIHISSALLAM
Setelah Adam Alaihissallam diciptakan, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para Malaikat dan jin untuk sujud kepada Adam Alaihissallam :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. [Al-baqarah/2:34]

Ini merupakan kemulian yang sangat agung yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan kepada Adam Alaihissallam .

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya, “Allah memerintahkan kepada para Malaikat yang saat itu sedang bersama dengan Iblis, bukan kepada semua malaikat yang ada di langit, ‘Sujudlah kepada Adam!’ Semua Malaikat itu sujud kepada Adam kecuali Iblis. Dia tidak mau sujud dan menyombongkan diri. Dia mengatakan, ‘Saya tidak akan sujud kepadanya. Saya lebih baik daripada dia. Saya lebih tua dan lebih kuat. Engkau telah menciptakan aku dari api sementara Adam, Engkau ciptakan dari tanah.’ Iblis memandang bahwa api lebih kuat daripada tanah.[3]

Inilah awal mula permusuhan Iblis terhadap Bani Adam.

Sujud yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah bentuk penghormatan dan pemuliaan, bukan seperti sujud dalam shalat. Karena sujud yang seperti dalam shalat merupakan hak Allâh yang tidak boleh diberikan kepada selain Allâh Azza wa Jalla .[4]

Bentuk lain dari kemulian yang Allâh Azza wa Jalla  anugerahkan kepada nabi Adam Alaihissallam adalah dia diajari seluruh nama-nama benda. Kemulian ini yang Allâh tampakkan di hadapan para Malaikat, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla  sebutkan dalam firman-Nya:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ﴿٣١﴾ قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian Dia mengemukakannya kepada para Malaikat dan berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!”
Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Allâh berfirman, “Hai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah Adam memberitahukan kepada mereka nama-nama benda itu, Allâh berfirman, “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan?” [Al-Baqarah/2:31-33]

Ibnu Katsir rahimahullah memandang bahwa perintah sujud lebih dulu diberikan oleh Allâh Azza wa Jalla  dibandingkan pengajaran Allâh Azza wa Jalla  kepada Adam akan nama seluruh benda. Namun penyebutannya didahulukan sebelum ayat yang memerintahkan sujud, di karenakan lebih sesuai dengan pertanyaan para Malaikat tentang hikmah penciptaan manusia di muka bumi.[5]

Setelah para Malaikat diperintahkan untuk sujud kepada Adam Alaihissallam , Allâh mempersilahkan Adam Alaihissallam untuk tinggal dalam surga.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isterimu di surga ini! Dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu mendekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. [Al-Baqarah/2:35]

Untuk melengkapi kebahagian Adam Alaihissallam , Allâh Azza wa Jalla menciptakan Hawa yang diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla dari tulang rusuk Adam Alaihissallam yang menemaninya di dalam surga, keduanya diperbolehkan untuk menikmati semua kenikmatan di dalam surga, kecuali memakan satu jenis buah.[6]

Jenis buah yang terlarang bagi Adam Alaihissallam dan Hawa untuk mengkonsumsinya tidak diketahui jenisnya, walaupun sebagian Ulama menyebutkan beberapa jenis buah, tapi selama Allâh Azza wa Jalla tidak menjelaskannya maka memahami ayat tanpa menentukan jenisnya lebih baik.[7]

PELAJARAN PENTING

  1. Semua ketetapan Allâh Azza wa Jalla mengandung hikmah yang terkadang tidak dijelaskan kepada para makhluk-Nya, sehingga mereka tidak mengetahuinya dengan pasti.
  2. Adam Alaihissallam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla . Dia juga merupakan manusia pertama yang tinggal di muka bumi.
  3. Jin tinggal di muka bumi sebelum manusia dan mereka melakukan kerusakan di atasnya.
  4. Kepatuhan para Malaikat terhadap perintah Allâh dan kekufuran Iblis.
  5. Kesombongan adalah salah satu penyebab Iblis jatuh pada kekufuran dan kemudian di keluarkan dari surga dengan mendapatkan laknat sampai hari kiamat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIX/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Abu Daud, Bab fil Qadar dan Imam at-Tirmidzi, Bab wa min Sûratil Baqarah
[2] Lihat al-Bidâyah wan Nihâyah dan Tafsir Ibnu Katsir , Surat al-Baqarah/2:30
[3]  Lihat Tafsir Ibnu Katsir
[4] Tafsir Ibnu Katsir
[5] Tafsir Ibnu Katsir.
[6] Para Ulama berbeda pendapat tentang jenis buah yang dilarang untuk di makan itu. Sebagian mereka menyebutkan buah anggur dan ada yang berpendapat buah zaitun dan ada yang mengatakan gandum. Lihat al-Bidâyah wan Nihâyah dan tafsir Ibnu Katsir
[7] lihat Tafsir Sûratil Baqarah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hlm. 129


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5919-kisah-penciptaan-nabi-adam-alaihissallam.html